Postingan

SEJARAH PASKIBRAKA

 Husein Mutahar, pendiri Paskibraka Gagasan Paskibraka lahir pada tahun 1946, pada saat ibu kota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-1, Presiden Soekarno memerintahkan salah satu ajudannya, Mayor (Laut) Husein Mutahar, untuk menyiapkan pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta. Pada saat itulah, di benak Mutahar terlintas suatu gagasan bahwa sebaiknya pengibaran bendera pusaka dilakukan oleh para pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air, karena mereka adalah generasi penerus perjuangan bangsa yang bertugas. Tetapi, karena gagasan itu tidak mungkin terlaksana, maka Mutahar hanya bisa menghadirkan lima orang pemuda (3 putra dan 2 putri) yang berasal dari berbagai daerah dan kebetulan sedang berada di Yogyakarta, salah satunya Siti Dewi Sutan Assin. Lima orang tersebut melambangkan Pancasila. Sejak itu, sampai tahun 1949, pengibaran bendera di Yogyakarta tetap dilaksanakan dengan cara yang sama. Ketika Ibu kota...

Sesaat

Dari kejauhan, terdengar suara hentakan kaki yang serentak dengan jumlah yang banyak. Mereka adalah para anggota paskibra yang sedang berlatih untuk mempersiapkan penampilan untuk upacara besok. Mereka berlatih dengan giat dari pagi. Tak terasa, matahari sudh tepat berada lurus di atas kepala. Para pasukan yang berlatih dari pagi mengeluh lapar dan sepakat iuran untuk membeli makanan. Uang sudah terkumpul, makanan akan dibeli oleh dua lelaki menggunakan sepeda motor. Tokonya lumayan jauh dari sekolah, sekitar 4 km. Sampai di sana, pesanan dibuat dengan waktu yang cukup lama. Salah seorang dari lelaki tersebut bernama wafun. Ia memiliki teman(h) yang cukup dekat, tetapi selama ini hanya berinteraksi di media sosial saja. Ia mengabarkan kepada temannya itu mengenai lokasinya saat ini. "Wah, kayanya enak tuh buryamnya" ujar teman Wafun sambil bersenda gurau. Mendengar temannya berbicara seperti itu, Wafun berniat untuk melebihkan satu porsi untuk temannya itu.  Pesanan sudah sia...

Evaluasi

   Siang itu begitu terik, tetapi semua orang tetap bertahan untuk terus melanjutkan aktivitasnya. Di keramaian pasar tengah kota, terlihat seorang bocah laki-laki gendut memakai sweater hitam berjalan melewati pasar. Vaga namanya, ia kelas 7 SMP. Orang-orang tersenyum remeh sambil memandangnya sebelah mata. Vaga adalah anak yang tidak pandai mengambil sikap dan bersosialisasi, ia sering mengurung dirinya di rumah sebagai zona nyamannya. Di sekolah, ia termasuk siswa yang pintar tetapi malas belajar, ia ditempatkan di lokal yang biasa saja dengan rangking 15 dari 30 siswa. Ia hanya memiliki beberapa teman dan itupun tidak terlalu dekat dengannya. Vaga selalu dikesampingkan mengenai apapun, awalnya dia tak peduli akan hal itu. Tetapi, semakin lama ia diberlakukan seperti itu, ia semakin merasa tak dianggap oleh orang-orang di sekitarnya. Sampai akhirnya salah seorang temannya kesal karena malu berteman dengan Vaga yang selalu dicemooh orang lain, semua teman Vaga pergi darinya ...